Ketua DPR: ASEAN+3 Harus Kompak atasi Krisis Kemanusiaan Rohingya

JAKARTA – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo berharap Association of Southeast Asian Nations Plus Three ( ASEAN+3) dapat bertindak tegas untuk membantu menyelesaikan krisis kemanusiaan yang belum lama ini menimpa etnis Rohingya.

Hal itu dikemukakan Bambang Soesatyo dalam pertemuan bilateral dengan Ketua Parlemen Vietnam, Turki, Argentina, Sudan dan Delegasi ASEAN+3 di sela-sela acara Inter Parliement Union (IPU) ke-138 yang berlangsung 24-26 Maret di Jenewa, Swiss, Sabtu 24 Maret 2018 lalu.

banner 300x250

Ia menekankan, anggota ASEAN+3 yang juga anggota IPU harus selalu kompak dan bersikap kritis terhadap apa yang telah terjadi di kawasan ASEAN. Karenanya, pria yang akrab disapa Bamsoet itu mengingatkan segala persoalan yang terjadi apalagi menyangkut masalah kemanusiaan harus cepat ditanggapi bersama.

“Apabila konflik di Rakhine terus terjadi, dan tidak ada penyelesaian konkret bagi etnis Rohingya, masa depan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang stabil, damai dan terbuka tentu saja akan terancam,” kata Bamsoet melalui pesan elektronik, Senin (26/3/2018).

Selain mendorong kekompakan menyelesaikan persoalan kemanusuaan, mantan Ketua Komisi III ini juga menyampaikan permintaan dukungan kepada anggota IPU untuk mendorong pemerintahnya mendukung pencalonan Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020.

Persiapan dan kampanye Indonesia menuju pemilihan anggota tidak tetap Dewan Keamanan diterangkan Bamsoet sudah dilaksanakan sejak tahun 2015.

“Dengan menjadi anggota tidak tetap, kami berharap Indonesia dapat lebih berkontribusi untuk menciptakan dunia yang lebih aman dan damai. Termasuk di ASEAN,” ucap Bamsoet yang menilai hubungan Indonesia dengan Negara-negara anggota IPU relatif stabil dan terus berkembang.

Bamsoet berharap Indonesia mampu mengembangkan berbagai kerjasama internasional, termasuk dengan negara tergabung dalam MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan dan Turki). Ia memandang forum konsultasi middle powers yang dibentuk pada tahun 2013 ini semakin baik dan saling memperkuat.

Saat ini Indonesia menjadi ketua MIKTA setelah terpilih pada pertemuan tingkat Menteri tanggal 13 Desember 2017 di Istambul, Turki.

Bamsoet meminta anggota MIKTA bisa lebih meningkatkan peran dan kerjasama di forum-forum global. Untuk menjaga konsistensi kerja sama antarparlemen dalam MIKTA, berbagai pertemuan formal dan informal menurut Bamsoet harus terus digelar secara berkelanjutan.

“Pertemuan antar delegasi Parlemen MIKTA dalam berbagai forum antarparlemen harus lebih sering dilakukan. Kita harus memanfaatkan forum pertemuan tersebut untuk saling memberikan dukungan dan menciptakan hubungan kerja sama yang lebih solid,” ungkap Bamsoet.

Secara khusus Bamsoet meminta kepada Ketua Parlemen untuk bisa hadir dalam pertemuan antar parlemen MIKTA yang akan diadakan di Indonesia pada tahun ini. Bamsoet yakin kehadiran Parlemen Turki dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi anggota MIKTA.

“Pada tahun ini, Indonesia sebagai tuan rumah MIKTA berharap agar Ketua Parlemen Turki dapat hadir dalam Pertemuan Ketua Parlemen MIKTA mendatang. Saya yakin Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan Turki sebagai salah satu negara Muslim demokratis yang paling berpengaruh di dunia dapat saling bersinergi dengan baik,” pungkas Bamsoet.

“Kita bisa menjadi vocal point dunia Islam dalam memperjuangkan hak-hak kemanusiaan seperti yang terjadi di Palestina dan Rohingya,” imbuhnya.

 

(Ari)