POLITIK UANG, PILKADA dan DEMOKRASI

Pilakada serentak yang akan dilaksanakan esok hari (27 Juni 2018) di 171 daerah baik tingkat Propinsi, Kota atau Kabupaten di seluruh Indonesia. Propinsi Riau, selain pemilihan Gubernur dan Wakil Guberrnur, pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Inhil juga berlangsung.

Salah satu perhatian semua pihak di pilkada serentak ini adalah mengenai Politik Uang / Money Politic. Perhatian yang bisa dianggap kerawanan, mengapa dianggap kerawanan karena jelang pemilihan sering di ambil kesempatan oleh oknum-oknum tertentu untuk mempengaruhi pilihan para pemilih dengan politik uang.

Kampanye untuk menjauhkan politik uang di pikada serentak tahun ini telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, penyelenggara pemilu, KPU, BAWASLU, Partai Politik, Pemerintah, Ulama, LSM dan pihak berkepentingan lainnya akan tetapi hasilnya tidak maksimal meskipun ancaman hukuman yang akan di terima oleh pemberi dan penerima politik uang tidaklah kecil.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Telah diatur bahwa baik pemberi maupun penerima ‘uang politik’ sama-sama bisa kena jerat pidana berupa hukuman penjara.

Pada Pasal 187A ayat (1), Undang-Undang tentang Pilkada diatur, setiap orang yang sengaja memberi uang atau materi sebagai imbalan untuk memengaruhi pemilih maka orang tersebut dipidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, plus denda paling sedikit Rp 200 juta hingga maksimal Rp 1 miliar.

Pada Pasal 187A ayat (2), diatur ketentuan pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Politik uang dianggap cara paling mudah untuk mempengaruhi pilihan para pemilih di pilkada, padahal ketika kampanye penyampaian visi, misi, dan program para calon seharusnya menjadikan langkah meyakinkan

Banyak cara yang dilakukan untuk mempengaruhi pemilih, mendatangi mereka  dengan menawarkan uang atau barang agar memberikan hak potitknya untuk para kandidat. Sembako adalah barang yang paling sering dijadkan pilihan untuk iming-iming ini,selain itu ada pakaian, sarung,dll.

Politik uang sering terjadi dikala hari tenang hingga pagi hari jelang pencoblosan, bahkan ada istilah “serangan fajar” untuk mengubah pilihan pemilih.

Dengan adanya ancaman hukuman bagi penerima dan pemberi poltik uang di pilkada serentak tahun 2018, praktik culas politik ini bisa memberikan ketakutan bagi pemberi dan penerima untuk tidak mencoba coba bermain curang dengan politik uang, karena melihat kebelakang, tidak banyak para pelaku potik uang diberikan sanksi akibat prilaku mereka karena saksi hukum yang tidak ada.

Di Indonesia ada sebagian pihak menganggap uang menjadi segala-galanya ketimbang hak suara yang dipertaruhkan. Politik uang adalah bukti nyata pragmatisme di politik.

Uang sering menjadi jalan untuk meraih kemenangan. Dengan jumlah yang besar para calon diharapkan meraih kemenangan. Cara pandang pragmatis ini menyebabkan segala cara dilakukan untuk merayu pemilih yang berakibat nilai-nilai dan etika cenderung diabaikan. Membeli suara rakyat yang jelas-jelas tidak sesuai dengan asas normatif demokrasi terpaksa dikerjakan demi meraih kemenangan.

Politik uang dalam pilkada saat ini dikategorikan sebagai pelanggaran serius karena kandidat yang terpilih dengan cara politik uang untuk memenangkan pemilihan tidaklah sah. Ini sama halnya dengan menggadaikan suara rakyat.

Pemilih yang telah memutuskan memilih dengan suara nuraninya kemudian dikalahkan oleh uang maka melanggar hak asasi warga negara dalam memberikan suaranya.

Kebebasan rakyat untuk memberikan suara kepada para calon yang layak terkalah karena politik uang. Calon itu sulit diharapkan berani bertindak tegas terhadap berbagai macam praktek penyimpangan seperti KKN dalam pemilihan.

Harapan yang besar sangat kita harapakan dari BAWASLU dan jajarannya dibawahnya untuk dapat meningkatkan pengawasan di jelang pemilihan dan lebih berani untuk bertindak tegas terhadap indikasi praktek politik uang. Dimasa lalu pelanggaran-pelanggaran yang cenderung ditoleransi menyebabkan praktek politik uang marak terjadi . Ketika pelanggaran terjadi maka pemberi dan penerima beranggapan praktek politik uang sah-sah saja.

partisipasi rakyat dengan uang akan kian merusak demokrasi yang kita jalani saat ini.

Oleh karena  itu  tolak politik uang yang mencedarai pilkada.

Penulis: Safroni, Wartawan inforiau.id Perwakilan Kab.Bengkalis.