PN Siak Vonis Bebas Teten Efendi dan Suratno Konadi, JPU: Kita akan Lakukan Kasasi ke MA

SIAK SRI INDRAPURA – Mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Siak, Teten Effendi sujud syukur di persidangan saat Ketua Hakim di Pengadilan Negeri Siak memvonis bebas dirinya dalam kasus dugaan pemalsuan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang pelepasan kawasan hutan.

Dengan pertimbangan-pertimbangan yang dibacakan Hakim Ketua Roza El Afrina secara bergantian bersama Hakim Ketua Selo Tantular, Pengadilan Negeri Siak juga memutuskan bebas Direktur PT Duta Swakarya Indah, Suratno Konadi.

banner 300x250

Majelis hakim menilai terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tidak pidana seperti yang dituntut jaksa penuntut umum. Maka terdakwa Teten Efendi dibebaskan dan Suratno Konadi juga dibebaskan dari tahanan kota.

Dalam membacakan putusan, hakim menilai SK Menhut itu bukanlah fakta otentik yang dipalsukan. Pasalnya tidak terpenuhi unsur memalsukan baik dari segi fisik maupun isinya.

Menanggapi putusan hakim kedua terdakwa menerima putusan hakim. Sedangkan jaksa menyatakan akan melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. 

“Kita meminta salina  putusan ke majelis hakim untuk kita pelajari bersama tim dan ajukan kasasi ke MA,” sebut Endah Purwaningsih, JPU Kejaksaan Negeri Siak usai sidang. 

Sementara itu, kuasa hukum pelapor atas nama Jimmy, Firdaus Azis mengatakan bahwa jika melihat pertimbangan hakim, apa yang dimaksud palsu adalah secara fisik. Akan tetapi palsu secara intelektual tak ada dipertimbangkan saat pembacaan putusan tadi.

Dalam tuntutannnya JPU menganggap SK itu sebagai palsu dan mendakwa dengan tindak pidana pemalsuan. Pasalnya SK yang sudah tidak berlaku itu dijadikan PT DSI untuk mengurus izin lokasi pada tahun 2006 ke Bupati Siak saat itu, Arwin. 

Bahkan kemudian SK itu juga dijadikan alasan untuk mengajukan Izin Usaha Perkebunan (IUP) pada 2009 yang akhirnya menjadi 8.000 ha lebih. Dengan demikian menurut JPU, akibat penggunaan SK yang tidak berlaku itu kedua terdakwa dituntut 2,5 tahun.

Kasus ini sendiri berawal dari laporan, Jimmy karena lahannya seluas 84 Ha masuk ke dalam izin lokasi PT DSI yang dikeluarkan Pemkab Siak. Diapun melaporkan Mantan Kadishutbun Siak dan Direktur PT DSI atas dugaan pemalsuan SK Menhut ke Kepolisian Daerah Riau tahun 2015.

Firdaus sebagai PH Pelapor Jimmy mengaku sangat menghormati putusan majlis, terlepas dari apakah perkara ini terbukti atau tidak. Namun demikian perlu dijelaskan bahwa ini baru tahapan awal dari Peradilan pidana.

“Kita lihat JPU langsung mengajukan upaya kasasi ke MA di Jakarta serta meminta salinan putusan langsung ke majlis dan Majlis berjanji nanti sesudah selesai sidang semuanya dimana awalnya hanya akan memberikan petikan putusan tanpa salinan. Tetapi kemudian setelah didesak oleh JPU, baru majlis berjanji tapi tidak menjamin jam berapa akan memberikan salinan itu,” kata Firdaus. 

Firdaus juga mengkritisi beberapa hal pertimbangan majlis. Menurutnya hakim belum benar – benar mempertimbangkan apa yang dimaksud dengan surat palsu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan yurispridensi baik di Indonesia maupun Belanda sendiri dulunya.

Dalam perkara ini, kata Firdaus lagi, hakim hanya merujuk kepada apa yang disebut dengan surat palsu secara fisik. Padahal sebagaimana anda tahu ada pemalsuan secara intelektual yang telah dianut oleh pasal pasal pemalsuan surat. 

“Dan majlis secara dangkal hanya mengaitkan dengan apakah SK tersebut masih berlaku dengan merujuk kepada SK tersebut tidak pernah dicabut dengan alasan SK tersebur harus dicabut lebih dahulu meski didalam SK itu telah disebut batal dengan sendirinya, bila tidak dipenuhi syarat – syarat mengurus HGU dan menguasai lahan,” ujar Firdaus.

Diingatkan kembali oleh Firdaus, dengan ditolak 2 kali oleh Bupati karena tidak sesuai peruntukkannya lagi dan tidak ada HGU ini tidak dipertimbangkan oleh majlis. Malahan yang dipertimbangkan, saksi Arwin ada perintah minta klarifikasi, ternyata dimuka persidangan tidak disebutkan surat klarifikasi yang mana, hanya pengakuan dari terdakwa sendiri yang sebut ada klarifikasi belum dicabut. 

“Dengan surat yang tidak bertanggal dan tidak bernomor, ini aneh kan? Hanya dengan dasar ini saja sudah dipercaya dan hakim yakin?  Setahu kami klarifikasi hanya tahun 2010 oleh direktur planologi yang menyatakan belum dicabut, artinya sesudah surat dibuat dan digunakan?,” Katanya bertanya.

Menurut Firdaus, ini kata kuncinya bahwa mengenai berlaku atau tidaknya SK harusnya suasana batin pada saat proses permohonan tahun 2006 dan 2009, bukan penafsiran yang terjadi kemudian. Fakta persidangan jelas disebut ada pembentukan tim penyelesaian lahan, kemudian dari ketenangan saksi disebut oleh saksi melaporkan ada lahan orang lain di atas lahan tersebut.

“Sehingga kalau diterbitkan izin tentu tidak diatas lahan yang sudah ditempati oleh orang lain. Kenyataan fakta persidangan lahan 8000 ha itu ada di lahan klien kami. Sehingga ada yang tidak benar dimasukkan kedalam SK tersebutkan,” sebutnya lagi 

Firdaus kembali mengingatkan saksi lain disebutkan bahwa sampai saat ini SHM Jimmy belum dicabut. Artinya sejak semula fakta persidangan, keterangan saksi bertentangan dg fakta persidangan dimana tahun 2005 ada ganti rugi pembebasan jalan Siak Dayun kepada masyarakat terhadap badan jalan seluas 54 ha dari Siak ke Dayun.

“Kalau misal Arwin yakin SK tersebut masih berlaku tahun 2005, mengapa tahun 2006 ada kontradiktif dalam ganti rugi dianggap tidak berlaku dan terhadap izin karena terlanjur keluar SK disebut seolah – olah SK tersebut masih berlaku dan belum dicabut,” sebutnya.

Selanjutnya, kata Firdaus, dalam keterangan saksi juga, tidak semua tim membubuhkan tanda tangan, lalu kenapa laporan dianggap seolah-olah hasil tim. “Anda bayangkan saja akibatnya nanti bila masih berlaku SK itu maka jalan dari Siak Dayun ada kemugkinan tidak bahwa pemberian ganti rugi pemda Siak telah salah dalam hal pembayaran ganti rugikan?,” katanya.

Bagaimanapun, sebut Firdaus lagi, putusan hakim inikan proses perkara. Sebagai PH Pelapor Jimmy ikut menghormati, namun apakah nanti dalam proses selanjutnya Mahkamah Agung sependapat dengan PN Siak atau malah sebaliknya akan menghukum kedua terdakwa,” tutupnya.