DPRD Kampar Kembali Terima Pengaduan Kontraktor Terkait Lelang Proyek

BANGKINANG – Hanya berselang sepekan, DPRD Kabupaten Kampar, Senin (16/3/2020) kemarin kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk menindaklunjuti keluhan dari para kontraktor terkait pelelangan proyek dan distribusi proyek penunjukan langsung (PL). 

Pantauan di DPRD Kabupaten Kampar, RDP dipimpin Ketua Komisi IV DPRD Kampar Agus Candra dan dihadiri Wakil Ketua DPRD Kampar Repol serta sejumlah anggota Komisi IV. RDP kali ini lebih lengkap karena tidak hanya antara para rekanan dengan anggota DPRD Kampar namun juga dihadiri sejumlah pejabat Kabupaten Kampar.

Tampak hadir Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setdakab Kampar Suhermi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Afdal, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Chalisman, Kepala Bidang Ketenagaan Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Ramzi dan dihadiri juga Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kampar Dicki Rahmadidan lainnya.

Diawal RDP, Ketua BPC Gabungan Pengusaha Konstruksi (Gapensi) Kabupaten Kampar dalam pertemuan yang juga dihadiri puluhan kontraktor lokal ini mempersilakan juru bicara rekanan Taufik Syarkawi. Di hadapan pimpinan DPRD dan pejabat sejumlah OPD Taufik menyampaikan bahwa dalam dua tahun ini proses tender proyek berjalan tidak baik. Ia kembali menyampaikan beberapa keluhan rekanan diantaranya menolak budaya suap dalam mendapatkan proyek, menolak praktik KKN, menolak persyaratan lelang yang memberatkan rekanan.

Dalam kesempatan ini ia juga menuding kinerja ULP kurang memuaskan. Komunikasi kepala ULP juga tidak memuaskan. Ia mengatakan, ULP bersikap subjektif dalam hal menentukan pemenang tender dan bersikap objektif kepada perusahaan yang kalah dalam proses tender. Mereka juga keberatan soal pembayaran BPJS bagi personil perusahaan. Begitu juga persyaratan perlengkapan kendaraan yang mengharuskan melampirkan BPKB, foto kendaraan dan bukti pajak kendaraan yang masih hidup. “ULP harus independen, jujur dan berkeadilan. Sering yang terjadi di lapangan, rekanan kalah karena sering persyaratannya tak jelas,” tegas mantan Ikatan Pelajar Mahasiswa Riau Jakarta ini.

“Ada indikasi panitia mengkondisikan satu paket proyek. Meskipun kami kontraktor lokal tapi malang melintang ditingkat nasional. Sebagian kami suudah nawar di provinsi bahkan APBN dan di Kampar baru jumpai serumit ini,” tegas Taufik lagi.

Ia mengungkapkan, apa yang dilakukan ULP maupun OPD hari ini adalah mempersulit kontraktor dan tidak mempertimbangkan biaya yang dihabiskan kontraktor setiap kali ikut penawaran. Ia menyebutkan uang yang dihabiskan mencapai Rp 7 juta setiap ikut penawaran.

Rekanan lainnya M Yasir Tabano menilai persyaratan lelang proyek sudah keterlaluan. Persyaratan ISO dinilai mengada-ada. “ISO 9001 itu digunakan untuk industri go nasional go public. Yang ada konsumennya. Ini strategi sudah diatur dari awal supaya rekan-rekan tak kebagian,” ulas Yasir.

Firman Wahyudi menambahkan, kontraktor adalah bagian yang ikut mensukseskan program pemerintah 3i Pemkab Kampar. Mantan anggota DPRD Kampar periode 2014-2019 ini minta Pemkab membina kontraktor lokal. “Rata-rata kami bukan mencari kaya tetapi hanya untuk mencari makan,” ulas Firman.

Rekanan lainnya Eka Sumahamid mengakui persoalan suap tidak hanya terjadi pada kepemimpinan saat ini tetapi juga terjadi pada kepemimpinan sebelumnya. Menurut Eka perilaku suap tak bisa ditolerir. “Dulu kami belum sadar dan pada hari ini kami sudah sadar dan tak boleh lagi ini terjadi,” beber Eka.
Menurut Eka, suap yang dilakukan di depan atau sebelum pemenang tender diumumkan akan berimbas kurangnya kualitas pekerjaan.

Eka mengakui, dalam menyikapi hal ini mereka sudah berkoordinasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU. Ia menyebutkan beberapa aturan dalam hal ini. ” Kasus suap mesti kita hilangkan. Karena bertentangan pasal 6 Perpres Nomor 16 tahun 208 tentang Prinsip- prinsip pengadaan barang dan jasa,” katanya.

Eka membeberkan potensi konflik apabila keinginan kontraktor tidak terakomodir. “Saya tidak mengancam bapak sekalian bahwa pertemuan ini pernah dilakukan 2003. Kalau tak terakomodir potensi konfliknya sangat tinggi. Saya berharap perhatian dan peduli persoalan kontraktor di Kampar,” tegas mantan aktivis mahasiswa ini.

Ia juga menyoroti proyek PL yang dikerjakan para anggota DPRD dan ia berharap proyek PL tidak dikuasai DPRD dan diharapkan dibagi dengan kontraktor lainnya. ” Kami minta kontraktor ada pemerataan. Supaya dapur berasap. Kalau kami mau kaya kami ikut APBN,” ulasnya.

Ketua Komisi IV DPRD Kampar Agus Candra dalam pertemuan ini menyampaikan bahwa ULP memiliki kode etik yang harus dijalani. Ia berharap di era kepemimpinan Catur Sugeng Susanto ini proses pelelangan berjalan transparan dan akuntabel dan penggunaan keuangan berjalan transaparan dan bisa dipertanggungjawabkan.

Pertemuan yang digelar bersama rekanan ini agar komunikasi berjalan clear. Ia juga mengingatkan bahwa apa yang dilaksanakan agar pelaksanaan kegiatan dikemudian hari tidak mendapat cercaan dari masyarakat dan berakhir di penegak hukum.

Kadis PUPR Kampar Blak-blakan di Depan Kontraktor

Kepala Dinas PUPR Kabupaten Kampar, Afdal, yang hadir dalam RDP mengatakan, pihaknya sudah berupaya sebisa mungkin mengakomodir para kontraktor lokal untuk mendapatkan “jatah” proyek (pl) yang ada di instansi yang ia pimpin.

“Bupati selaku pimpinan kami waktu itu, mengatakan kepada kami, tolong dibantu, diakomodir kawan-kawan kontraktor lokal,” ujar Afdal, Senin (16/3/2020) saat RDP.

Namun demikian, pihaknya akan tetap menerapkan aturan dan perundang-undangan yang berlaku agar mutu dan kualitas hasil pekerjaan sesuai yang diharapkan.

“Saya juga ndak mau PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) saya sampai berurusan dengan hukum. Sehingga, kami lebih baik berbenturan dengan apapun, asal jangan dengan hukum. Karena kalau berbenturan dengan hukum, tantangan kita jelas, PNS kita copot,” tutur Afdal.

Afdal menjelaskan, persyaratan-persyaratan yang diberlakukan oleh PPK dilandaskan pada pertimbangan dan kekhawatiran mereka pada mutu hasil pekerjaan.

Afdal menangkap, aspirasi para kontraktor yang datang ke DPRD ini, sebenarnya adalah bagaimana bisa diperhatikan dan diakomodir untuk pekerjaan 2020 ini.

“Jujur saja, saya menangkap ini pembicaraannya, bagaimana kawan-kawan ini diperhatikan. bicara aturan, oke la, itu bunga-bunga la. Kalau kita formal, tidak ada pertemuan ini. Tidak ada ULP (Unit Layanan Pengadaan). Karena ULP tidak boleh bertemu rekanan,” ucap Afdal.

Afdal membeberkan, selaku kadis dirinya amat berat dalam mengakomodir seseorang di saat yang bersamaan harus mendepak yang lainnya dalam menentukan siapa yang akan mendapatkan pekerjaan.

“Saya ini bukan pemain. Itu bisa saya pastikan. Saya bukan pemain proyek. Kalau saya jujur, adik kandung saya saja tidak saya kasi, (seringkali) yang paling berpeluang hilang dari daftar itu, saudara atau orang dekat saya. Karena saya bisa bilang, sabar dulu. Tapi orang yang ndak saya kenal saya ndak bisa bilang begitu,” beber Afdal.

Afdal juga mengakui, banyak kontraktor yang profesional dan menjauhi budaya suap. Tapi ia juga membeberkan kebiasaan buruk oknum kontraktor yang jika dipercaya mengerjakan sebuah pekerjaan, lalu “menjualnya”.

“Mutu (pekerjaan) yang paling jelek pekerjaan di PU itu, yang sering bermasalah itu, menjual proyek. (Kadang) dapat dari tangan kedua, tangan ketiga,” ungkap Afdal.

Afdal kembali menegaskan, posisinya selaku kadis sangat tidak mudah. Ia mengaku posisinya seringkali dilematis.

“Seluruh dari mata angin yang ingin diperjuangkan. Macam-macam jurusnya, itu yang harus saya hadapi,” tutur Afdal.