Popularitas Presiden AS Anjlok Usai Korut Tangkap Kapal USS Pueblo

ANGKATAN Laut Korea Utara berhasil menangkap dan menyita kapal USS Pueblo milik Amerika Serikat (AS) yang dianggap melanggar wilayah kedaulatan serta dituduh melakukan aktivitas intelijen pada 23 Januari 1968. Negosiasi untuk membebaskan 83 orang kru kapal berlangsung sampai satu tahun lamanya hingga merusak kredibilitas serta kepercayaan diri terhadap kebijakan politik luar negeri Presiden Lyndon B. Johnson.

Penangkapan kapal tersebut tentu saja diprotes keras oleh Amerika Serikat dan pemerintahan Presiden Johnson. Washington mengelak bahwa USS Pueblo melanggar wilayah perairan Korea Utara. AS beralasan, kapal itu melakukan aktivitas intelijen rutin di Laut Jepang.

Sejumlah pejabat AS, termasuk sang presiden, yakin penangkapan serta penyitaan itu adalah bagian dari serangan blok komunis. Sebab, sepekan sebelumnya pasukan komunis di Vietnam Selatan meluncurkan Serangan Tet, yang merupakan serangan terbesar selama Perang Vietnam.

Meski mengecam keras, pemerintah mengambil langkah untuk menahan diri. Lyndon Johnson memilih menyelesaikan lewat upaya diplomatik yang lebih sunyi daripada Serangan Tet. Akan tetapi, upaya pembebasan itu berlangsung sangat lama.

Melansir dari History, Selasa (23/1/2018), lelah dengan lambannya pemerintah, Komandan USS Pueblo, Kapten Lloyd Bucher, akhirnya menandatangani sebuah pernyataan bahwa kapal tersebut tengah memata-matai Korea Utara sebelum ditangkap. Dengan pernyataan itu, Korea Utara akhirnya membebaskan kru dan kapten (termasuk seorang kru yang tewas) ke Amerika Serikat.

Insiden penangkapan Pueblo itu menjadi pukulan telak kepada kredibilitas pemerintahan Presiden Lyndon B. Johnson. Ia dianggap lemah karena gagal membebaskan kapal dan krunya. Kondisi semakin pelik karena AS menderita kekalahan akibat Serangan Tet sehingga popularitas Johnson anjlok.

Sang presiden makin terpojok dengan pengakuan menyeramkan dari para kru kapal tentang perlakuan Korea Utara selama 11 bulan di tahanan. Pengakuan-pengakuan tersebut membuat masyarakat AS semakin yakin bahwa Presiden Johnson seharusnya mengambil langkah yang lebih agresif terhadap Korea Utara demi membebaskan warganya.

(war)