BANDUNG – Kasus ‘keseleo lidah’ Ustaz Evie Effendi cukup menyita perhatian. Dalam salah satu ceramahnya, Ustadz Evie menyebut Nabi Muhammad SAW sempat tersesat sebelum menjadi nabi.
Ustadz Evie pun sudah menyampaikan permohonan maafnya secara terbuka kepada semua pihak melalui akun Youtube dan sosial medianya pada 8 Agustus lalu. Bahkan, ia juga kembali menyampaikan permintaan maaf saat diundang pengurus MUI Jawa Barat pada Senin 14 Agustus 2018.
(Foto: Youtube)
Ceramah yang menjadi viral dan menuai polemik itu sebenarnya dilakukan pada Februari lalu di salah satu masjid di Kabupaten Bandung. Tapi, potongan ceramah itu baru ramai di media sosial mulai awal Agustus.
Ketua Umum MUI Jawa Barat Rachmat Syafe’i mengungkap tiga pelajaran penting yang bisa diambil dari polemik tersebut. Pelajaran pertama, adalah bagi seluruh ustadz atau penceramah.
Mereka diharapkan berceramah dengan cara penyampaian yang baik. Mereka juga dituntut untuk benar-benar paham soal apa yang disampaikan alias jangan ditafsirkan sembarangan.
“Kepada dai atau siapapun dalam menyampaikan isi dakwahnya itu harus mengetahui, selain isinya baik, caranya baik harus baik dan di tempat yang baik. Diharapkan isi (ceramahnya) harus benar-benar berdasar pada agama, jangan sampai keliru. Ini jadi pelajaran,” kata Rachmat kepada Okezone, Selasa (14/8/2018).
Pelajaran berikutnya, ia meminta publik agar tidak setengah-setengah dalam menerima informasi yang tersebar. Apalagi jika informasi yang ada tidak utuh.
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=8RXTwIakMdA&w=560&h=315]
(Baca Juga: Ustaz Evie Effendi Sudah Minta Maaf, MUI Berharap Polemik Disudahi)
Ia mengingatkan agar publik lebih mendauhulukan tabayun atau klarifikasi jika menemukan suatu informasi yang bisa menuai polemik. Jangan lebih dulu menghakimi atau melakukan tindakan sebelum ada klarifikasi dari yang bersangkutan.
Rachmat pun mencontohkan pengurus MUI Jawa Barat yang mengundang Ustadz Evie untuk mengklarifikasi polemik yang mencuat. Dari hasil itu pun akhirnya didapat kesimpulan utuh, bahkan Ustadz Evie secara terbuka menyampaikan permintaan maaf dan mengakui kesalahannya.
“Jadi, budayakan tabayun. Kami mengundang karena kami melihat perkembangan yang terjadi (di masyarakat). Kami mempunyai kewajiban untuk meluruskan akidah, syariah, dan kerukunan antar umat beragama,” jelasnya.
Pelajaran terakhir, ia juga mengingatkan siapapun untuk benar-benar menggunakan media sosial dengan bijak. Media sosial jangan sampai jadi sarana untuk memecah belah kerukunan sesama anak bangsa.
“MUI memiliki fatwa agar medsos digunakan untuk bermuamallah, jangan menyebarkan ujaran kebencian dan berita bohong (di medsos),” pungkas Rachmat.
(aky)