Perbatasan RI-Timor Leste Memanas, Petani Indonesia Disebut Langgar Batas Wilayah?

KUPANG – Anggota Parlemen Timor Leste David Diaz Ximenes menuding para petani Indonesia yang bermukim di wilayah batas dengan negara bekas Provinsi ke-27 di Desa Manusasi, Kecamatan Eban, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur itu telah menyerobot batas dua negara dan masuk mengolah lahan pertanian di wilayah milik negaranya.

Pernyataan anggota Komisi VIII Parlemen Nasional bidang Pertahanan dan Kerjasama Luar Negeri itu bahkan dipublikasi secara luas di media nasional negara tersebut. Terhadap pernyataan itu, Komandan Korem 161/Wira Sakti Kupang Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa membantahnya dan bahkan menyatakan jika Timor Leste sedang berupaya memutarbalikan fakta kondisi ril wilayah perbatasan dua negara.

banner 300x250

Sebagai Komandan Komando Pelaksana Operasi Pengamanan (Dankolakops Pam) Perbatasan RI-Timor Leste, Brigjen Puji Angkasa sangat menyayangkan pernyataan otu dan menyebutnya sebagai sebuah fitnah.

“Tak ada pelanggar batas warga petani di dua batas negara baik di Manusasi dan Oepoli di Naktukta. Yang disampikan anggota parlamen Timor Leste adalah sebuah kebohongan dan hal itu fitnah,” katanya.

Dankolakopas Satgas Pamtas RI RDTL sektor Timur dan Barat itu mengatakan bahwa di wilayah perbatasan itu masih terdapat masalah yang belum diselesaikan oleh kedua negara yakni daerah ‘unresolved segment’ dan ‘unsurveyed segment’. Dijelaskannya, kasus sekarang di Desa Manusasi dan Desa Naktuka berada di wilayah ‘unresolved segment’ (batas yang belum disepakati/belum diputuskan garis batasnya oleh kedua negara).

“Artinya daerah masih bersengketa, jadi berdasarkan hukum internasional daerah tersebut berstatus quo,” katanya menjelaskan.

Dia mengatakan, tentang pembagian beberapa zona di Desa Manusasi di daerah sengketa yang luasnya 142,7 hektare telah dibagi menjadi 3 zona yakni zone/daerah sengketa I (satu) berada di dekat pos TNI (RI) , zona/daerah sengketa II (dua) berada di tengah dan pada zona/daerah sengketa III (tiga) berada di dekat pos UPF (RDTL).

Dia mengatakan, hasil penyelidikan di lapangan oleh Satgas Pamtas diketahui bahwa di zona III di dekat Pos UPF (RDTL) masyarakat Timor Leste telah sengaja dan terencana melakukan penggarapan lahan di wilayah yang masih bersengketa tanpa ada larangan, bahkan kondisi lahan tersebut sudah dipagari permanen dan siap untuk di tanami oleh masyarakat Timor Leste.

Sedangkan masyarakat desa Manusasi di Zona I hanya baru membersihkan lahan tersebut dari rumput dan itu pun karena aksi spontan disebabkan oleh kegiatan yang dilakukan masyarakat Timor Leste sebelumnya di Zona III.

Kemudian untuk di wilayah Naktuka yang menurut David Diaz Ximenes juga bahwa masyarakat Indonesia melanggar merebut tanah yang subur juga tidak bisa di buktikan bahkan pelanggaran di sana jelas dilakukan oleh masyarakat RDTL.

Wilayah Desa Naktuka yang masih bersengketa seluas 1.069 hektare bahkan telah didiami masyarakat Timor Leste dan melakukan aktivitas pertanian, padahal status tanah tersebut masih berstatus quo artinya wilayah tersebut harus steril dari aktivitas.

Bahkan di Desa Naktuka pada April 2018 silam pernah dilakukan kampanye oleh seorang tokoh penting dari Timor Leste yang dengan terang dan gamblang menyatakan jika dirinya menang akan menjadikan wilayah Naktuka sebagai milik Timor Leste. Namun sebaliknya jika kalah maka Naktuka akan tetap menjadi wilayah Indonesia. Hal ini sudah sangat melanggar prinsip umum hukum internasional. Pernyataan seperti ini sudah masuk kategori pelanggaran.

Upaya penyelesaian seluruh batas wilayah dua negara saat ini masih sedang dilakukan. Dan karena itu dibutuhkan kerja sama dua negara agar penyelesaiannya bisa berjalan baik. “Tidaklah perlu dimunculkan sejumlah pernyataan yang bernilai provokatif yang tentunya bisa menyulut perpecahan antarwarga dua negara di perbatasan,” tegasnya.

(kha)