Pada Sidang Dugaan Korupsi Jalan di Bengkalis, Indra Gunawan Kembali Disebut Terima Uang Rp 80 Juta, Amril Dapat Fee Miliaran

PEKANBARU – Fakta-fakta semakin terungkap dalam sidang ke-5 perkara dugaan korupsi proyek Jalan Duri – Sei Pakning yang menjerat Bupati Bengkalis nonaktif, Amril Mukminin.

Dalam agenda pemeriksaan saksi kali ini, Indra Gunawan Eet, kembali disebut menerima uang hingga Rp 80 juta, dan Amril Mukminin terima uang fee hingga miliaran rupiah.

Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis (23/7/2020), dengan Majelis Hakim yang diketuai oleh Lilin Herlina. Adapun saksi pertama yang dimintai keterangan di persidangan adalah Rhemon Kamil, selaku Project Manager PT CGA.

Dalam keterangannya, Remon menyebutkan nama Ketua DPRD Riau, Indra Gunawan Eet, menerima sejumlah uang dari pihak PT CGA yang bernama Nunung. Dimana saat itu pria yang kerap disapa Eet itu, masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis.

Rhemon mengaku, kalau dirinya awalnya berencana menyerahkan uang sebesar Rp 80 juta kepada Eet melalui Tajul Mudarris, yang ketika itu menjabat Plt Kadis PUPR Bengkalis. Yang saat ini menjabat Plt Kepala Pelaksana BPBD Bengkalis.

“Saya ingat 80 (juta). Saya serahkan ke Pak Eet lewat pak Tajul. Tapi uangnya hilang. Karena mobil saya mengalami pencurian pecah kaca. Saya waktu itu memang dipesankan menyerahkan ke Pak Eet lewat Tajul Mudarris,” ungkap Rhemon.

Menanggapi jawaban itu, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Feby memaparkan, keterangan saksi ini adalah fakta baru dalam perkara ini. Hal itu diakui oleh saksi Rhemon. Karena terkait itu dirinya memang belum pernah ditanyai oleh penyidik.

Kemudian Rhemon kembali menjelaskan, setelah Penasehat Hukum Amril Mukminin menanyakan kelanjutan dari uang Rp 80 juta yang hilang itu. Ternyata salah satu karyawan PT CGA kembali menyerahkan uang dengan jumlah yang sama kepada Eet, pada tahun 2017 silam.

“Saya lapor polisi, seminggu atau 10 hari, saudara Triyanto (karyawan PT CGA) datang, uangnya ditransfer Tri. Lalu uang itu diserahkan ke Pak Eet langsung, jumlahnya tetap Rp 80 juta,” jelas Rhemon.

Dalam kesaksian terpisah, Syukur Mursid Brotosejati alias Heri, selaku Penanggungjawab Unit Divisi Properti PT Citra Gading Asritama (CGA), perusahaan yang melaksanakan proyek Jalan Duri – Sei Pakning ini. Di persidangan, Heri menyatakan ia lebih fokus pada proyek properti. “Kalimantan, Lombok dan salah satu di Pemda Bengkalis (proyek jalan),” ujarnya.

Lalu hakim menfokuskan pertanyaan kepada proyek yang ditangani Heri di Kabupaten Bengkalis. “Yang di Bengkalis proyek jalan. Duri – Sei Pakning, tahu?,” sebut hakim bertanya. Saksi kemudian ditanyai soal commitment fee terkait pengerjaan proyek bermasalah itu.

“Betul (tahu) Yang Mulia. Saya terperinci tidak terlalu hafal Yang Mulia. Tapi seingat saya untuk Bapak Bupati (Bengkalis) 4 koma sekian. Nilai rupiah uangnya, 4 koma sekian miliar,” beber Heri.

Dikatakan Heri, awalnya uang itu diminta oleh Triyanto dan Joko, yang juga orang PT CGA dan mengurusi soal proyek di Kabupaten Bengkalis, kepada Ihsan Sunardi, selaku pimpinan PT CGA.

“Sama Pak Ihsan diminta ke saya, supaya sekaligus monitor perkembangan proyek. Total seingat saya yang saya keluarkan untuk pemberian-pemberian itu 6 koma sekian m (miliar). Cuma terperinci satu-satu tidak ingat. Seingat saya Bapak Bupati 4 koma sekian miliar Yang Mulia,” ujar Heri.

Selanjutnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK yang bertanya kepada saksi Heri, apakah ia mengetahui terkait kesepakatan Fee untuk terdakwa Amril.

“Saya tidak mengetahui persis masalah kesepatan, karena saya hanya pernah dengar pas ketemu saudara Triyanto. Kalau saudara Amril Mukminin menyampaikan masalah fee itu yang saya dengar PT CGA kan sudah tahu umumnya gimana itu Yang Mulia. Ada yang melalui Triyanto dan juga sebelumnya di Jakarta bukan Triyanto, tapi dari keuangan yang di Jakarta, atau dari Pak Ihsan langsung. Namanya Bu Badriah,” ulasnya.

Kemudian JPU kembali bertanya, apakah pada bulan Juni 2017 pernah ada permintaan uang, dan peruntukan uang tersebut untuk apa.

“Ya, ada permintaan uang untuk kebutuhan project Bengkalis. Untuk Bapak Bupati. Seingat saya Triyanto kan minta ke Pak Ihsan, Pak Ihsan merintahkan ke saya. Kemudian Triyanto (minta) ke saya. Sebelumnya Pak Ihsan memerintahkan saudara Shandi (juga orang PT CGA,red) untuk mengirim uang mukanya by rekening divisi properti, karena yang masih buka itu divisi properti,” terang Heri.

Lalu JPU kembali menegaskan kepada Heri agar tidak memberikan penjelasan yang melebar, agar fokus pada bulan Juni 2017 ada berapa permintaan uang.

“Seingat saya (permintaan uang dari Triyanto) Rp1,7 miliar. Kemudian satu lagi sekitar Rp1,3 miliar,” katanya.

Atas pernyataan Heri itu, lalu JPU membacakan BAP Heri pada saat diperiksa penyidik KPK, “Awal Juni 2017 saudara Triyanto menyampaikan kepada saya di Malang, Triyanto sudah bertemu Amril di Rumah Dinas Bupati Bengkalis. Pada pertemuan itu Amril Mukminin meminta bantuan uang sebesar Rp3 miliar yang direalisasikan sebelum lebaran. Karena Amril Mukminin kepada Triyanto mengatan, PT CGA kan sudah mengerjakan proyek di mana-mana. Sudah tahu adat istiadat bagaimana terkait commitment fee. Itu perkataan yang saudara dengar dari Triyanto,” sambung JPU.

Terkait BAP itu, saksi Heri tidak membantahnya. Sebelumnya, dalam surat dakwaan JPU KPK yang dibacakan dalam agenda sidang perdana empat pekan lalu, Amril Mukminin disebut menerima uang secara bertahap sebesar 520 ribu Dollar Singapura atau setara Rp5,2 miliar melalui ajudannya, Azrul Nor Manurung.

Uang itu, diterima Amril Mukminin dari Ichsan Suadi, pemilik PT CGA yang diserahkan lewat Triyanto, pegawai PT CGA sebagai commitment fee dari pekerjaan proyek multiyear pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning.

Tidak sampai disitu, Amril Mukminin selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014 -2019 dan Bupati Bengkalis 2016-2021, juga telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp23,6 miliar lebih dari dua orang pengusaha sawit. Uang diterima baik secara tunai, maupun dalam bentuk transfer.

Masing-masing dari Jonny Tjoa sebesar Rp12,7 miliar lebih dan Adyanto sebesar Rp10,9 miliar lebih. Uang miliaran rupiah juga mengalir ke rekening istri Amril, Kasmarni, dengan cara ditransfer.

Perbuatan Amril Mukminin itu bertentangan dengan kewajibannya selaku kepala daerah, sebagaimana Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dan ditambah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU tentang Pemerintahan Daerah.

Serta kewajiban Amril Mukminin sebagai penyelenggara negera sebagaimana UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Atas perbuatannya, Amril Mukminin dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.