Pengadilan Internasional Vonis Myanmar Lakukan Genosida

JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Rakyat Permanen memutuskan pemerintah Myanmar terbukti bersalah telah melakukan genosida terhadap masyarakat Rohingya dan kejahatan terhadap kemananusiaan pada etnis minoritas lainnya.

Tujuh orang hakim pengadilan internasional yang berbasis di Roma itu dengan bulat menjatuhkan vonis tersebut pada Jumat (22/9), setelah menjalani persidangan sejak 18 September lalu di Kuala Lumpur, Malaysia.

Dalam sidang, diperdengarkan sejumlah kesaksian terkait tanggung jawab pemerintah Myanmar atas kejahatan kemanusiaan terhadap minoritas Rohingya dan Kachin.

“Pemerintah Myanmar sepenuhnya bertanggung jawab atas genosida terhadap masyarakat Rohingya, dan lebih jauh bertanggung jawab, tidak hanya atas niat genosida terhadap Kachin dan minoritas Muslim, tapi juga secara lebih spesifik atas perang melawan Kachin dan kejahatan terhadap Kachin dan kelompok Muslim,” bunyi putusan hakim, dikutip dalam pernyataan Burma Task Force yang diterima CNNIndonesia.com.

Putusan itu juga menyoroti impunitas total pemerintah Myanmar karena ketiadaan sistem peradilan yang independen atau mekanisme pengecekan dan penyeimbangan pada angkatan bersenjatanya.

Kekerasan terbaru terhadap masyarakat Rohingya pecah pada 25 Agustus lalu saat kelompok bersenjata etnis itu disebut pemerintah menyerang sejumlah pos polisi dan sebuah kamp militer. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan setidaknya sudah ada 1.000 orang yang tewas dalam operasi “balasan” yang disebut dengan “pembersihan etnis” ini.

Di saat yang sama, 400 ribu orang lainnya terpaksa mengungsi ke Bangladesh dan tinggal dalam kondisi seadanya. Sementara Kachin adalah etnis minoritas Muslim lain yang juga kerap berkonflik dengan pemerintah Myanmar.

Sejumlah saksi yang dihadirkan di antaranya adalah Maung Zarni, saksi ahli dan mantan kolega Penasihat Negara Aung San Suu Kyi di gerakan Demokrasi; Gregory Stanton, Profesor Peneliti Studi Genosida di Fakultas Analisis Konflik Universitas George Mason; Komisioner Hak Asasi Manusia Bangladesh Kazi Reazul Hoque; dan Razia Sultana, pengacara Rohingya yang berpraktik di Bangladesh.

“Baik Presiden Perancis dan Menteri Luar Negeri Bangladesh menyebut krisis ini sebagai ‘genosida’,” kata Imam Malik Mujahid, Kepala Burma Task Force yang menghadiri dan terlibat menggagas persidangan ini.

“Vonis sidang ini semakin memperkuat kesimpulan bahwa krisis ini adalah genosida, sebuah keadaan darurat yang benar-benar membutuhkan intervensi di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan oleh negara-negara anggotanya, termasuk Amerika Serikat.

“Negara-negara ASEAN juga mempunyai kemampuan khusus untuk menghentikan pembunuhan massal dan pengusiran, jika para pemimpinnya mau bertindak.”