Darmawi: Plt Bupati Bengkalis Nonaktif Muhammad Bukan Ditangkap, Melainkan Menyerahkan Diri

PEKANBARU – Beberapa waktu lalu media memberitakan bahwa Pelaksana Tugas Bupati Bengkalis nonaktif, Muhammad, ditangkap. Padahal, Muhammad bersikap kooperatif, yakni menyerahkan diri, diawali dari pemeriksaan pada 3 Agustus 2020.

Informasi tersebut disampaikan Ketua Lembaga Melayu Riau (LMR), Darmawi Zalik Aris, dalam siaran pers pada Senin (31/8/2020).

“Plt Bupati Bengkalis nonaktif itu menyerahkan diri, bukan ditangkap. Menyerahkan diri untuk memenuhi prosedur penyelesaian secara hukum, namun hal ini tidak diklarifikasi oleh pihak Polda Riau, sehingga terjadi mispersepsi oleh publik. Dalam hal ini, tersangka sebagai pejabat publik akhirnya mendapatkan penilaian negatif dari masyarakat yang dapat berimbas kepada kredibilitas tersangka, sedangkan esensi dari keterlibatan tersangka dalam perkara tersebut belum mendapatkan keputusan hukum tetap,” ujar Darmawi.

Darmawi menuturkan, Muhammad telah menyerahkan diri pada 3 Agustus 2020, diperiksa dan wajib lapor sampai 6 Agustus 2020. Baru 7 Agustus 2020 ditahan.

“Pak Muhammad tidak menerima penjelasan dari penyidik Polda Riau alasan dan sebab tanggal 3 menyerahkan diri dan tidak ditahan,” katanya.

Menurutnya, pemberantasan korupsi perlu didukung oleh seluruh pihak, karena rawan dengan muatan politis dan selalu mendapat atensi tinggi dari masyarakat, apalagi di saat menjelang Pilkada. Yang seharusnya dilakukan, kata Darmawi, adalah menjaga netralitas dan stabilitas dalam penciptaan suasana kondusif di masyarakat.

“Tentunya harus ditunjang dengan pemberian informasi yang benar dan akurat, sehingga profesionalitas dan kredibilitas terjaga, tidak menciptakan peluang dan potensi diseminasi informasi di masyarakat luas, dalam hal ini media sebagai pemberi informasi ke publik pun harus bisa menjaga netralitas dan keprofesionalan dalam mengunggah informasi publik,” paparnya.

Pemberitaan berat sebelah, lanjutnya, cenderung menciptakan pengadilan publik berdasarkan asumsi penulis berita, penciptaan image bersalah sebelum proses peradilan terjadi. Karena opini publik terbentuk pada sesuatu hal yang belum jelas status hukumnya, yang pada akhirnya akan mengaburkan fakta yang sebenarnya terjadi dan sering hak-hak hukum seseorang terabaikan.

“Menyangkut fakta penetapan dan penyerahan diri serta penahanan Muhammad, saya selaku pihak Lembaga Melayu Riau merasakan ada beberapa hal yang kurang sesuai yang dilakukan oleh Polda Riau terhadap Muhammad. Terasa janggal menurut kami, karena berdasarkan beberapa kali dilakukan gelar perkara di Mabes Polri Jakarta, sulit untuk mengangkat kasus ini, bagaimana Muhammad dapat dijadikan tersangka. Waktu berlalu hingga sudah 3 kali penggantian Kapolda Riau,” terangnya.

Penetapan Muhammad sebagai tersangka oleh Polda Riau 3 Februari 2020 diiringi dengan surat pemeriksaan sebagai tersangka pada 6 Februari. Muhammad tidak hadir untuk diperiksa dan kembali dipanggil untuk diperiksa tanggal 10 Februari 2020, namun Muhammad melalui pengacara minta penundaan pemeriksaan karena akan menikahkan anaknya pada tanggal 20 Februari 2020.

Pada 26 Februari 2020 Muhammad mendaftarkan praperadilan dan 4 Maret 2020 ditetapkan DPO oleh Polda Riau. Pada tanggal 24 Maret 2020 Pengadilan menyatakan jika pengajuan praperadilan Muhammad tidak diterima karena ketidakhadiran tersangka yang saat itu berstatus DPO. Yang berarti penetapan Muhammad jadi tersangka belum dibahas oleh majelis hakim.

“Menjadi tanda tanya besar mengapa mengembangan kasus ini hanya pada Muhammad, sementara masih ada pihak lain yang terlibat dalam pelanggaran hukum di proyek pipa Tembilahan 2013 yang punya peranan besar dari awal untuk kasus ini. Bentuk permufakatan jahat untuk mengambil keuntungan pribadi di awal proyek ini, sebelum Muhammad menjadi Kabid Cipta Karya, tidak pernah dikembangkan dan dibuka di persidangan 3 terdakwa sebelumnya,” urainya.

Apa lagi, sambungnya, rekanan HA yang menikmati hasil kerugian negara lebih kurang Rp2.639.000.000 diduga menjadi aktor utama sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri untuk 3 terdakwa dalam proyek ini telah menang di prapradilan sehingga status tersangka dicabut. Tidak ditetapkan tersangka kembali padahal kesaksian dari penyuplai barang sangat dibutuhkan untuk melengkapi berkas Muhammad. Orang yang merugikan negara bebas, Muhammad dijadikan tersangka,” ucap Darmawi sambil tersenyum.

Ia melanjutkan, siapa aktor yang berada di balik pemenangan PT Pantori Raja di proyek tersebut, seharusnya ditelusuri. Karena dalam persidangan 3 terdakwa sebelumnya jelas dinyatakan jika semua dana untuk pelaksanaan tersebut masuk ke rekening HA dan sempat dibuktikan di pengadilan jika lalu lintas keuangan dan transfer dana melalui beberapa orang saksi dalam kegiatan proyek tersebut.

Menurut Darmawi, aliran dana HA rekanan ini harus ditelusuri karena perusahaannya penyuplai material utama proyek pipa tersebut.

“Kami Lembaga Melayu Riau merasa ada keengganan Polda Riau dalam penanganan hukum untuk mengembangkan kasus ini lebih dalam untuk mencari fakta kemufakatan dan persekongkolan yang sebenarnya terjadi di luar Muhammad, sebelum dia menjadi KPA. Jangan sampai ada indikasi atensi lain dalam penetapan Muhammad sebagai tersangka. Dan kami berharap selanjutnya di proses penanganan kasus ini oleh Kejaksaan Tinggi Riau dapat bertindak secara profesional dan netral sehingga kasus ini dapat dibuka dan fakta yang sesungguhnya terungkap. Kita lihat tindakan Kajati Riau belakangan ini dalam pemberantasan korupsi tak pernah pandang bulu. Kami angkat jempol dengan apa yang dilakukan oleh Ibu Kajati Riau ini,” tutup Darmawi Zalik Aris.