Banyak Konflik Lahan di Riau, Manahara: Kita Butuh Investor, Tapi Investor yang Baik

PEKANBARU – Anggota Komisi II DPRD Riau, Manahara Napitupulu mendesak dinas terkait untuk betul-betul memeriksa setiap izin usaha yang mau masuk ke Riau ataupun yang saat ini tengah berusaha di Riau.

Pasalnya, menurut Politisi Demokrat ini, beberapa kasus yang masuk ke Komisi II semuanya merupakan bentuk ketidakmampuan investor dalam menjalankan hak dan kewajibannya di bumi lancang kuning ini.

“Kita butuh investasi, tapi investor yang baik,” kata Anggota DPRD Riau Dapil Inhu-Kuansing kepada GoRiau.com, Rabu (2/9/2020).

Lebih jauh, dari data yang ada membuktikan bahwa banyak masyarakat yang berkonflik dengan perusahaan. Sayangnya, yang banyak masuk penjara malah dari kalangan masyarakat, bukan korporasi.

“Ketika masyarakat melanggar aturan, dengan tegas dimasukkan penjara. Misalnya Duta Palma di Desa Siberakun, Benai. Mereka putus akses lalulintas masyarakat, berkonflik dan kepala desa serta masyarakat masuk penjara,” jelasnya.

“Kemudian, kasus di Siberida Subur, dari segi mana saja dia itu sudah melanggar, tapi kenapa dibiarkan begitu? Ketika masyarakat ada di pihak salah, ditindak tegas, ketik perusahaan yang salah malah didiamkan saja, jadi saya minta perhatian Gubernur disini,” tegasnya.

Sebelumnya, Komisi II DPRD Riau mengadakan audiensi dengan Gubernur Riau dalam rangka membahas permasalahan Perkebunan dan Kehutanan di Provinsi Riau, Senin (10/8/2020) di Pauh Janggi Aula Gubernuran.

Rombongan Komisi II DPRD Riau yang hadir dalam audiensi ini antara lain Ketua Komisi II Robin Hutagalung, M Arfah, Sugianto, Marwan Yohanis, Manahara Napitupulu, Ali Rahmat, Ardiansyah, Sulaiman, Suyadi dan Sewitri.

Dari hasil pertemuan tersebut Ketua Komisi II DPRD Riau mengungkapkan telah melakukan pemanggilan dan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP)  terhadap lima perusahaan perkebunan dan kehutanan di Provinsi Riau yang akhir-akhir ini mendapat sorotan antara lain PT. Duta Palma nusantara,  PT. Langgam Inti Hibrindo, PT. Siberida Subur, PT. Safari Riau dan PT. Gandaerah Hutama.

Adapun pemanggilan beberapa perusahaan ini berawal dari aduan masyarakat yang terdiri dari masyarakat adat, kelompok tani dan lainnya, dimana mereka mengadukan kepada DPRD Riau bahwasanya ada Perusahaan yang masih melakukan kegiatan usaha dalam kawasan hutan dan juga tidak berkontribusi terhadap masyarakat sekitar.