Membaca Adat dan Tradisi Rantau Kampar Kiri dalam Buku Kotau Karya Kunni Masrohanti

PEKANBARU – Kotau adalah judul buku puisi terbaru karya penyair perempuan Indonesia asal Riau, Kunni Masrohanti. Ada 79 judul puisi dalam buku ini  Semuanya berakar pada adat, tradisi dan sejarah Rantau Kampar Kiri, Riau.

Ini buku puisi tunggal Kunni yang keempat. Sejak pertama menerbitkan buku puisi, Kunni memang sudah menggali puisi dengan akar budaya dan tradisi. Buku pertamanya berjudul Sunting tahun 2011, mengisahkan tentang petuah bagi gadis Melayu menjelang hari pernikahan. Begitu juga dengan buku keduanya berjudul Perempuan Bulan tahun 2016  dan buku ketiganya berjudul Calung Penyukat yang juga kental dengan budaya tradisi tanah kelahirannya, yakni Siak Sri Indrapura. 

Dikatakan Kunni, begitulah caranya turut merawat tradisi dan budaya lokal, yakni dengan jalan puisi. Bicara tradisi, tidak bisa lepas dari bicara alam dan lingkungan. Alam lingkungan yang bagus membuat tradisi masih ada sampai sekarang. Sebaliknya merawat tradisi, berarti menjaga alam lingkungan. 

“Tak bisa dipisahkan antara tradisi dan alam. Keduanya saling ketergantungan. Sebagai penyair, saya ingin merawat keduanya yang berarti juga menjaga Indonesia, tentu dengan jalan puisi, sebab bicara soal Indonesia adalah  bicara soal keberagaman budaya tradisi dan kekayaan alamnya. Kotau, semoga memberi arti dan bermanfaat bagi masyarakat,” kata Kunni, yang juga Ketua Penyair Perempuan Indonesia. 

Ketiga buku terdahulu Kunni selalu mendapat tempat. Sunting menjadi buku puisi terbaik dan meraih Anugerah Sagang 2011, Perempuan Bulan masuk nominator Anugerah Sagang 2016, dan Calung Penyukat masuk 16 buku terpuji Hari Puisi Indonesia (HPI) 2019 dari lebih 700 buku puisi yang diterima panitia HPI.

Selain bercerita tentang adat dan tradisi, Kotau juga bercerita tentang sejarah Rantau Kampar Kiri yang megah di zaman Kerajaan, yakni Kerajaan Gunung Sahilan yang kokoh berdiri pada abad 17 hingga 1946. Sampai saat ini, Kerajaan Gunung Sahilan masih berdiri dengan kedaulatan raja bergelar Raja Adat.

Berbagai adat, tradisi, sejarah dan budaya Rantau Kampar Kiri tergambar jelas dalam puisi-puisi Kunni kali ini. Membaca Kotau, sama artinya dengan membaca Rantau Kampar Kiri. Ada puisi yang bercerita tentang alam, Lubuk Larangan, Sompah Sotieh, Turun Mandi, memandikan jenazah di sungai atau Mandi Terakhir, Hutan Larangan, Mancokau Ikan, Bagulung Hiligh, Pasomban, Menyanggai Sitawar, Damak Tam Kas, dan masih banyak lainnya. 

“Karena tentang budaya dan tradisi yang jauh dari tradisi Melayu, maka mau tidak mau saya harus melakukan penelitian dalam menulis buku ini, ” kata Kunni.