JAKARTA – Partai Demokrat usai menggelar emergency meeting yang dipimpin oleh Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hasilnya, partai berlambang Mercy ini menolak perlakuan tidak adil yang diduga dilakukan elemen negara dan aparat penegak hukum.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan mengatakan setidaknya ada beberapa kasus dugaan ketidakadilan yang menimpa partainya. Pertama terkait Pilkada DKI 2017, kedua terkait persiapan Pilkada Papua 2018 dan ketiga ialah terkait persiapan Pilkada Kalimantan Timur 2018.
Hinca berkata, pada Pilkada DKI 2017 calon yang diusungnya yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sylviana Murni mendapat ketidakadilan. Salah satunya melalui pemanggilan Sylviana oleh Bareskrim Polri terkait kasus dugaan korupsi.
“Teman-teman masih ingat (Sylvi) diperiksa penyidik pada saat Pilkada (5KI) sudah berproses dan sudah selesai sampai menggerus citra pasangan ini (AHY-Sylvi) dan ujungnya tidak diketahui juga (perkara ini),” kata Hinca di kantornya, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (3/1/2018) malam.
(Baca juga: Bahas Pilkada, Demokrat Gelar Rapat Darurat Dipimpin SBY)
Sementara itu, pada persiapan Pilkada Papua 2018 politikus Demokrat yang juga petahana Lukas Enembe disebut dipaksa untuk menerima calon wakil gubernur yang bukan atas keinginan dirinya dan untuk memenangkan parpol tertentu. Padahal, Lukas merupakan kader Demokrat yang juga akan berlaga kembali dalam pesta demokrasi di Papua.
“Itu tindakan sewenang-wenang, kami membentuk tim pencari fakta (TPF), kami tuntaskan secara baik dan kami sampaikan kepada Presiden Jokowi,” jelas Hinca.
Sedangkan pada Pilgub Kaltim 2018, kader Demokrat yang juga Wali Kota Samarinda, Syaharie Jaang mendapat perlakuan ketidakadilan di tengah proses persiapan Pilgub Kaltim. Jaang sendiri diketahui mencalonkan diri sebagai calon gubernur Kaltim berpasangan dengan Rizal Effendi. Mereka didukung Demokrat beserta parpol koalisi lainnya.
(Baca juga: Rapat Dadakan Demokrat Salah Satunya Bahas Ketidakadilan di Pilgub Kaltim)
Hinca menuturkan, Jaang dipaksa untuk menerima Kapolda Kalimantan Timur Irjen Safaruddin sebagai cawagubnya di Pilgub Kaltim oleh partai politik tertentu. Namun, Jaang tidak menghendakinya lantaran ia sudah memiliki pasangannya, yakni Rizal Effendi.
“Saudara Jaang dipanggil oleh parpol tertentu sampai beberapa kali agar wakilnya Kapolda Kaltim, padahal Jaang wakilnya sudah ada (yakni Rizal Effendi). Kalau (Jaang) tidak mau maka akan ada kasus hukum yang akan di angkat,” ungkap Hinca.
Hinca menuturkan, hal ini dianggapnya sebagai ketidakadilan, khususnya menyangkut dugaan kriminalisasi yang dilakukan aparat negara. “Suasana ini melanggar fairness lalu merusak demokrasi. Sejak reformasi kita sepakat TNI dan Polri berada di relnya untuk tidak berpolitik,” pungkas Hinca.
(wal)