Urun Biaya dan Selisih Bayar JKN-KIS BPJS Kesehatan Tunggu Regulasi dari Kemenkes RI

Ilustrasi (int)

PEKANBARU – Saat ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, belum memberlakukan urun biaya dan selisih bayar JKN-KIS seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya Dalam Program Jaminan Kesehatan.

Hal itu diungkapkan Kepala Cabang BPJS Kesehatan Pekanbaru, Rahmad Asri Ritonga saat dikonfirmasi GoRiau.com. Dimulainya peraturan menteri tersebut masih menunggu regulasi dari Kementerian Kesehatan RI.

“Ketentuan yang tertuang dalam peraturan meneteri tersebut, bertujuan untuk kendali mutu dan kendali biaya, serta pencegahan penyalahgunaan pelayanan di fasilitas kesehatan (faskes) dalam program jaminan kesehatan,” kata Rahmad, Minggu (20/1/2019).

Urun biaya, sambungnya, hanya untuk jenis pelayanan kesehatan tertentu nantinya. Namun saat ini akan dibahas dalam tim yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan (Menkes), yang terdiri atas unsur Kementerian Kesehatan (Kemkes), BPJS Kesehatan, organisasi profesi, asosiasi fasilitas kesehatan, akademisi dan pihak terkait lainnya.

“Jika sudah ditetapkan Menkes, akan ada petunjuk teknisnya. Oleh karena itu berita tentang sudah berlakunya urun biaya saat ini, tidak benar,” ungkap Rahmad.

Urun biaya tidak berlaku bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan dan peserta yang iurannya dibayar oleh Pemerintah Daerah. PBI merupakan orang yang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayarkan pemerintah sebagai peserta program jaminan kesehatan.

“Peserta JKN-KIS dapat meningkatkan kelas perawatan yang lebih tinggi atas permintaan sendiri dan hanya boleh naik satu kelas lebih tinggi diatas hak kelasnya. Kenaikan lebih dari satu kelas atas permintaan sendiri, otomatis menjadi pasien umum, tidak bisa dijamin BPJS Kesehatan,” jelas Rahmad.

Lanjutnya, kenaikan kelas perawatan atas permintaan sendiri tidak berlaku bagi PBI, peserta yang iurannya dibayar pemerintah daerah dan pekerja penerima upah yang mengalami PHK, serta anggota keluarganya.

“Bagi pasien hak kelas 1 yang naik ke VIP, maka selisih biaya maksimal 75 persen dari tarif INA-CBG (Indonesian Case Base Group) kelas 1. Bagi pasien kelas 3 yang naik ke kelas 2, atau kelas 2 yang naik ke kelas 1, maka selisih biaya sebesar selisih tarif INA-CBG antar kelas,” katanya lagi, sedangkan bagi pasien yang menjalani periksa Rawat Jalan Eksekutif, maka ada selisih biaya maksimal Rp400 ribu per kunjungan.

Menurutnya, fasilitas kesehatan wajib menginformasikan jenis pelayanan yang dikenai urun biaya dan atau selisih biaya, beserta estimasi besarannya kepada peserta.

“Nantinya, peserta atau keluarganya harus memberikan persetujuan kesediaan membayar urun biaya dan atau selisih biaya sebelum mendapatkan pelayanan,” jelasnya lagi.

Berikut besaran urun biaya yang akan diterapkan BPJS Kesehatan sesuai Permenkes RI Nomor 51 Tahun 2018 Bagian Empat Pasal 9 Ayat 2. Tiap kali peserta melakukan kunjungan untuk rawat jalan, akan ada biaya yang besarannya sudah disesuaikan dengan ketentuan:

1. Sebesar Rp 20.000 untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B.

2. Sebesar Rp 10.000 untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas C, rumah sakit kelas D, dan klinik utama.

3. Paling tinggi sebesar Rp350.000,00 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) untuk paling banyak 20 (dua puluh) kali kunjungan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan.

Sedangkan untuk rawat inap, besaran urun biayanya adalah 10 persen dari biaya pelayanan. Angkanya dihitung dari total tarif INA-CBG setiap kali melakukan rawat inap, atau paling tinggi Rp 30 juta. Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan membayar klaim RS dikurangi besaran urun biaya tersebut.