TELUKKUANTAN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuantan Singingi (Kuansing), Riau telah melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi pada pembangunan Hotel Kuansing.
“Kami sudah kantongi dua alat bukti. Karena itu, statusnya kami tingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Ini masih penyidikan umum, belum ada penetapan tersangka,” ujar Kajari Kuansing, Hadiman, SH, MH, Senin (20/7/2020) di Telukkuantan.
Dikatakan Hadiman, pembangunan Hotel Kuansing ada tiga tahap. Yakni, pengadaan tanah tahun 2014, pembangunan fisik juga tahun 2014 dan pembangunan ruang pertemuan hotel (mobiler) pada tahun 2015.
Kegiatan ini berada di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kuansing dengan pagu anggaran senilai Rp13,1 miliar. Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh PT Betania Prima.
“Kegiatan ini bersumber dari APBD 2015 dengan jaminan pelaksanaan berbentuk bank garansi dengan nomor 0066/11/BG/B, nominalnya Rp629 juta,” ujar Hadiman.
Selama penyelidikan, Kejari Kuansing menemukan enam fakta. Yakni, terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK kepada pihak penyedia. Sehingga, berakibat terhambatnya progres pekerjaan.
“Dalam pelaksanaan kegiatan, PT Betania Prima tidak pernah ada di lokasi pekerjaan dan hanya datang pada saat pencairan. Dimana, direkturnya datang langsung saat termin,” ujar Hadiman.
Ketika masa kontrak berakhir, lanjut Hadiman, PT Betania Prima hanya mampu melaksanakan pekerjaan dengan bobot 44,501 persen dengan nilai total yang telah dibayarkan Rp5,2 miliar.
“Mereka tak sanggup untuk menyelesaikan pekerjaan 100 persen ketika kontrak habis. Alasannya, barang tidak sampai. Namun, kontrak tak pernah diputus. Sampai hari ini tak pernah diputus. Mereka juga dikenakan denda Rp352 juta. Namun, PPK dan PPTK tidak pernah menagih,” papar Hadiman.
Dengan pekerjaan yang tidak selesai, lanjut Hadiman, seharusnya PPK melakukan klaim terhadap jaminan pelaksanaan dari rekanan di Bank Riau senilai Rp629 juta dan disetorkan ke kas daerah Kuansing.
“Faktanya, PPK tidak pernah klaim jaminan pelaksanaan dari PT Betania Prima. Bahkan, jaminan pelaksanaan itu diberikan lagi ke rekanan. Seharusnya itu tidak boleh. Karena rugi negara ini. Bukan dikasih ke dia (rekanan),” tegas Hadiman.
Fakta lain yang diungkapkan Hadiman yakni PT Betania Prima baru melakukan penyetoran denda pada Maret 2018 setelah mendapat tiga kali teguran dari Dinas PUPR Kuansing dan setelah dilakukan probity audit oleh BPKP.
Kemudian, Kepala Dinas CKTR selaku KPA tidak pernah membentuk Tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Ketika pekerjaan selesai dengan bobot 44,501 persen, pihak PPK tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan.
“Sehingga, sampai saat ini hasil pekerjaan senilai Rp5,2 miliar tidak jelas keberadaanya. Dan sampai saat ini Hotel Kuansing tidak dapat dimanfaatkan,” tutur Hadiman.
Untuk menghitung kerugian negara, Kejari Kuansing menggunakan jasa auditor independen. “Sekarang lagi dihitung oleh auditor independen,” katanya.