PEKANBARU – 11 kepala sekolah dari Indragiri Hulu (Inhu) Riau dimintai keterangan terkait oknum Jaksa di Kejari Inhu, yang diduga melakukan pemerasan terhadap puluhan Kepala Sekolah (Kepsek) hingga ratusan juta rupiah, Senin (20/7/2020).
Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) PGRI Riau, Taufik Tanjung, saat ditemui di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau mengatakan hari ini dirinya mendampingi 11 kepala sekolah dari Inhu yang dimintai klarifikasi terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oknum jaksa di Inhu.
“Iya hari ini sesuai dengan panggilan resmi ada 6 Kepsek yang sudah dimintai keterangan. Kemudian nanti juga akan ada 5 Kepsek lagi yang akan dimintai keterangan. Jadi ada 11 orang. Itu terkait adanya indikasi pemerasan,” ujar Taufik.
Kemudian Taufik menjelaskan, kejadian dugaan pemerasan itu terjadi sejak tahun2016 lalu. Namun puncaknya tahun 2020, karena para Kepsek sudah tidak tahan lagi hingga akhirnya mengundurkan diri secara beramai-ramai dari jabatan sebagai Kepsek.
“Ini sekarang baru dilakukan karena sudah tidak tahan para guru ini dengan adanya beberapa permasalahan. Itu terus-itu terus, jadi sudah tidak tahan lagi karena tekanan mental juga maka mereka mengundurkan diri. Itu LSM-nya cuman satu yang melaporkan,” beber Taufik.
Selanjutnya, Taufik memaparkan, modusnya para LSM menyurati pihak sekolah seolah-olah mereka sudah melakukan investigasi dan menemukan ada temuan penyelewengan dana BOS.
“Jadi dari pihak sekolah juga sebenarnya sudah membalas surat mereka. Mereka juga mengancam kalau 14 hari tidak membalas, mereka akan melaporkan temuan itu ke kejaksaan. Beberapa bulan kemudian ada surat lagi dari kejaksaan, melalui inspektorat kepada guru-guru itu. Disitu terjadi tekanan, berupa ancam-ancaman kepada para guru terkait dana BOS,” lanjutnya.
Sejak saat itu, para Kepsek dipanggil oleh oknum jaksa dimaksud, dan sesampainya di Kejari Inhu, tidak dilakukan pemeriksaan terkait laporan dana BOS, akan tetapi melakukan koordinasi terkait penyerahan uang dari guru untuk jaksa.
“Tidak diperiksa, cuma disuruh datang baru kembali lagi, nanti ada satu guru yang dipilih untuk menyerahkan uang itu. Jadi ada ditunjuk satu orang (Kepala Sekolah) yang dipercayakan untuk menyerahkan uang itu kepada oknum jaksa dari Kejari Inhu itu. Panggilannya pun tidak resmi, hanya by phone saja, yang resmi baru panggilan dari Kejati ini aja,” tandas Taufik.
Terakhir Taufik mengungkap, jumlah uang yang diberikan para guru kepada oknum jaksa bervariasi, ada Rp 65 juta, Rp 25 juta, ada juga yang Rp 45 juta. Mereka mulai menyerahkan uang sejak dua tahun belakangan.
“Untuk tahun 2020 ini, dari keterangan beberapa guru ada juga mereka menyerahkan uang, jumlahnya bervariasi. Rata-rata paling kecil 35 juta. Terakhir dari pemerikasaan yang 6 orang ini ada sebesar Rp 210 juta, yang sebelumnya itu lebih besar lagi, itu dari yang 6 orang saja,” tutup Taufik.