TELUKKUANTAN – Bujang Tando menjadi korban keganasan agresi militer Belanda pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Ia wafat setelah ditembak Belanda ketika hendak melarikan diri.
Awalnya, Bujang Tando berusaha bersembunyi di dalam gulungan tikar. Ia dicari Belanda karena berusaha mencerdaskan masyarakat Gunungtoar, Kuantan Singingi (Kuansing).
“Dia bersembunyi dalam gulungan tikar saat dicari oleh tentara Belanda. Kemudian, dia lari ke Sungai Kuantan. Nah, di sana beliau ditembak serdadu Belanda. Air Kuantan menjadi merah karena darah,” kenang Sarinah, seorang nenek yang kini berusia 80 tahun.
Kisah itu disampaikan Sarinah kepada anak-anak yang ada di Gunungtoar pada 17 Agustus 2020. Kegiatan bertajuk cerita di zaman penjajahan ditaja oleh Komunitas Educita.
Kisah tentang Bujang Tando juga disampaikan oleh Nailis yang berumur 78 tahun. Begitu juga dengan Nurhayati, anak tiri Bujang Tando yang kini berusia 72 tahun.
Ketiganya menyatakan bahwa setelah Bujang Tando wafat, jenazahnya dibawa ke Pekanbaru dan dimakamkan di Makam Pahlawan. Sebagai bentuk penghargaan, nama Bujang Tando diabadikan sebagai nama jalan di Dusun Kare Desa Gunung.
“Dulu, zaman penjajahan sangat susah. Untuk makan saja, kami hanya makan ubi dan pisang yang belum masak. Tak ada beras untuk dimakan, begitulah susahnya zaman dahulu,” ujar Sarinah.
Baik Sarinah maupun Nailis dan Nurhayati, ketiganya memberi semangat kepada anak-anak Gunungtoar. Mereka berharap, anak-anak sekarang giat belajar dalam menggapai cita-cita. Terlebih, kehidupan saat ini jauh lebih senang dibanding zaman dahulu.
Untuk diketahui, Komunitas Educita merupakan perkumpulan anak muda Desa Gunung yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pendidikan anak-anak desa.
Menurut Ari Saputra, penggerak Komunitas Educita, kegiatan ini sengaja dilaksanakan dalam rangka memperingati HUT ke-75 Republik Indonesia. Tujuannya, membangkitkan semangat nasionalisme anak-anak dan memotivasi untuk giat belajar.
“Para peserta sangat antusias dalam mengikuti kegiatan ini. Terutama ketika mendengarkan cerita tentang pahitnya perjuangan pada zaman penjajahan dahulu. Tentunya ini menjadi lecutan bagi anak muda untuk lebih serius dalam menuntut ilmu dan menggapai cita-cita,” ujar Ari.
Dikatakan Ari, setiap peringatan HUT RI tak hanya sekedar euforia saja. Tapi, harus bisa menghayati makna dan sejarah yang didasarkan atas sulitnya perjuangan menggapai kemerdekaan.