Pengakuan Para Serdadu Venezuela yang Membelot dari Maduro

VENEZUELA – Sejumlah serdadu Venezuela yang membelot ke Kolombia, pada Sabtu 23 Februari 2019 lalu, mengaku khawatir akan keselamatan keluarga mereka di bawah pemerintahan Presiden Nicolás Maduro.

Dalam wawancara eksklusif, Orla Guerin, salah seorang pembelot yang berusia 23 tahun mengatakan bahwa ia cemas pasukan yang masih setia terhadap Maduro akan “menyerang keluarga saya”.

“Tapi saya rasa ini adalah keputusan terbaik yang bisa saya buat,” tambahnya.

 Baca juga: Ditolak Masuk, AS Cari Cara Baru untuk Kirim Bantuan ke Venezuela

Lebih dari 100 serdadu dilaporkan membelot dari Maduro, sebagian besar melakukannya ketika pecah bentrokan pada Sabtu 23 Februari 2019 lalu.

 https://ichef.bbci.co.uk/news/660/cpsprodpb/4233/production/_105774961_951710fe-a3df-4b26-a76e-8561e7f686e7.jpg

Insiden itu terjadi setelah Presiden Maduro mengirim pasukan untuk memblokade jalanan dan jembatan di area perbatasan dengan Brasil dan Kolombia, tempat pengiriman bantuan berupa makanan dan obat-obatan—yang diorganisir Amerika Serikat—direncanakan untuk dikirim ke Venezuela.

Di beberapa titik perlintasan di perbatasan, pasukan keamanan Venezuela menembakkan gas air mata ke arah para sukarelawan, sementara para pengunjuk rasa membakar pos-pos pemeriksaan dan melemparkan batu ke arah para tentara dan polisi antihuru-hara.

 Baca juga: Presiden Maduro Blokir Bantuan Picu Kerusuhan di Perbatasan di Venezuela

Apa kata para pembelot?

Setelah sepakat untuk berbicara kepada jurnalis dengan identitas dirahasiakan, sekelompok pembelot Venezuela yang kini menetap di kota Cúcuta menceritakan alasan mereka untuk meninggalkan militer di bawah kepemimpinan Presiden Maduro.

“Banyak anggota militer profesional yang ingin melakukan hal ini. Ini akan menjadi efek domino. Hal ini akan berpengaruh signifikan dalam tubuh pasukan bersenjata,” ungkap seorang pembelot lainnya yang berusia 29 tahun.

“Pasukan bersenjata telah hancur karena banyaknya pejabat korup.

“Anggota militer sudah lelah. Kami tidak bisa selamanya menjadi budak, kami membebaskan diri kami sendiri,” ungkapnya.

 Baca juga: Bantuan dari AS dan Brasil Tembus Blokade Pemerintah Venezuela

Seorang pembelot lainnya, seorang perempuan, menggambarkan hari Sabtu lalu sebagai situasi yang penuh “ketegangan”. Dia juga berkata: “Saya berpikir bahwa saya tidak bisa menyakiti warga saya sendiri.

 https://ichef.bbci.co.uk/news/624/cpsprodpb/DE73/production/_105774965_7c1476ec-08df-493f-8cbb-7602f0c04e54.jpg

“Anak perempuan saya masih di Venezuela dan itu yang terasa sangat menyakitkan. Tetapi saya melakukan hal ini untuknya. Ini sangat sulit karena saya tidak tahu apa yang akan mereka lakukan terhadapnya.”

Pembelot lainnya mengatakan bahwa ia merasa pedih harus melihat warga Venezuela saling serang demi bantuan kemanusiaan.

“Saya merasa tak berdaya dan tak berguna. Saya merasa sakit melihat semua yang terjadi,” ujarnya.


Apa perkembangan terbarunya?

Pada Minggu (24/2), Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengatakan bahwa kekuasaan Presiden Maduro di Venezuela “tinggal menghitung hari” menyusul insiden berdarah akhir pekan kemarin.

“Memilih hari tertentu itu sulit. Saya yakin warga Venezuela akan memastikan bahwa kekuasaan Maduro tinggal menghitung hari,” ujar Pompeo.

Setidaknya dua orang tewas hari Sabtu (23/2) lalu dalam bentrokan antara warga sipil dengan tentara loyalis Maduro.

 Baca juga: Tolak Bantuan dari Amerika, Presiden Maduro Akan Tutup Perbatasan Venezuela-Kolombia

Pemimpin oposisi Juan Guaidó yang juga mengklaim dirinya sebagai presiden sementara Venezuela—yang telah diakui oleh lebih dari 50 negara—telah meminta negara-negara lain untuk mempertimbangkan “semua tindakan” untuk menggulingkan Maduro setelah upaya pengiriman bantuan yang dipimpin pihak oposisi justru berakhir menjadi bentrokan.

Ia juga menyatakan bahwa ia akan menghadiri pertemuan yang dihadiri oleh sebagian besar negara-negara Amerika Latin di Kolombia hari Senin (25/2) ini, meski tengah menjalani kondisi dilarang bepergian yang diberlakukan oleh Maduro. Wakil Presiden AS Mike Pence akan mewakili Amerika Serikat dalam pertemuan di Kota Bogota.

Seorang pejabat senior Gedung Putih menyatakan pada hari Minggu bahwa Pence berencana untuk mengumumkan “langkah konkret” dan “berbagai tindakan” untuk menyelesaikan krisis dalam pertemuan tersebut, seperti dilaporkan kantor berita Reuters.

Sementara itu, Kolombia dan Brasil menyatakan bahwa mereka akan meningkatkan tekanan terhadap Maduro untuk melepaskan kekuasannya. Presiden AS Donald Trump tidak mengesampingkan tanggapan bersenjata terhadap krisis Venezuela.

Sementara itu, pada hari Minggu, kapal yang mengangkut bantuan AS dari Puerto Rico ke Venezuela dipaksa berlabuh di pulau kecil Curaçao setelah dicegat tentara angkatan laut Venezuela di pesisir utara.

 Baca juga: Maduro Pertimbangkan Tutup Perbatasan Venezuela dengan Kolombia dan Brazil

Kapal tersebut dilaporkan mengangkut sembilan kontainer bermuatan makanan dan obat-obatan.

Maduro, yang menyatakan bahwa dirinya adalah presiden yang sah dan didukung oleh sekutu kunci perekonomian termasuk Rusia, Kuba, dan Cina, telah memperingatkan bahwa pengiriman bantuan asing dapat membuka jalan bagi intervensi militer Amerika Serikat.

Guaidó, yang mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara bulan lalu, menentangnya dengan mengatakan bahwa dugaan ketidakberesan pemilu Venezuela 2018 menggambarkan ketidaksahan kepemimpinan Maduro.


Apa yang terjadi di perbatasan Sabtu lalu?

Pihak oposisi Venezuela bermaksud untuk membawa truk berisi bantuan kemanusiaan secara damai melalui kawasan perbatasan Brasil dan Kolombia.

Guaidó telah berjanji bahwa bantuan akan masuk ke negeri tersebut pada hari Sabtu. Menanggapi hal tersebut, Maduro lantas menutup sebagian kawasan perbatasan Venezuela.

Warga sipil berusaha menyebrangi perbatasan untuk mendapatkan perbekalan berupa makanan dan obat-obatan, namun upaya tersebut dengan cepat berubah menjadi aksi kekerasan berdarah.

Para tentara menembaki warga sipil, menggunakan campuran amunisi langsung dan peluru karet.

ekaman video memperlihatkan tentara Venezuela menabrakkan kendaraan lapis baja mereka ke gerbang perbatasan dengan Kolombia untuk membuat kerusakan.

Dalam video lainnya yang diunggah ke media sosial tampak empat tentara yang secara terang-terangan menolak kepemimpinan Maduro dan mengumumkan dukungan mereka bagi Guaidó .

Guaidó menjanjikan amnesti bagi para pembelot jika mereka bergabung dengan “sisi benar dalam sejarah” itu.

Sabtu lalu, pemerintah Kolombia memperkirakan jumlah korban luka-luka akibat bentrokan di daerah perbatasan tersebut mencapai angka 300 orang.


Bagaimana semua ini bisa terjadi?

Bantuan kemanusiaan yang menumpuk di Kolombia dan Brasil berada di jantung persaingan antara Maduro dan Guaidó yang berawal dari terpilihnya kembali Maduro sebagai presiden pada pemilu 2018 lalu.

Selama beberapa tahun, Venezuela berada di tepi jurang krisis politik dan ekonomi.

Tingkat inflasi yang tak terkontrol menyebabkan melonjaknya harga komoditas, membuat banyak warga Venezuela kesulitan memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.

Lebih dari tiga juga orang telah meninggalkan Venezuela dalam beberapa tahun terkahir, menurut Komisioner Tinggi PBB untuk pengungsi UNHCR.

(rzy)